Pagi ini sambil nyetir saya menyetel kisah sukses Tokopedia. Meski sang founder, William Tanuwijaya mengatakan bahwa perusahaannya belum sepenuhnya sukses. Konsistensi untuk tetap berkembang sangat diperlukan, sehingga terkadang kita lupa ukuran mana kesuksesan terjadi. Tokopedia menjadi platform yang sangat digandrungi dengan aset yang cukup membuat kita "wow", terutama setelah bergabung dengan platform raksasa, decacorn Indonesia, Gojek.
Gojek dan Tokopedia menjelma dengan nama baru GoTo. Perusahaan media teknologi, DailySocial.id melaporkan bahwa startup Indonesia meraih investasi US$ 4,1 miliar atau sekitar Rp 58,6 triliun per November 2021. Dana paling besar mengalir ke GoTo. Platform berbasis internet menjadi aliran finansial paling besar yang digandrungi anak-anak muda.
Kisah sang Founder Tokopedia, William, menjadi segmen yang menarik untuk saya sampaikan pada anak-anak. William bukanlah keluarga konglomerat, bahkan nyaris putus sekolah karena ayahnya sakit ketika dia kuliah. Anak Pematang Siantar Sumatera Utara ini bahkan tidak pernah naik pesawat sebelum dia punya perusahaan, konon lagi ke luar negeri, tidak pernah. Dia berangkat ke Jakarta untuk kuliah pun bermodal naik kapal dari Sumatera Utara. Di ibukota, biaya hidupnya ditopang sebagai penjaga warnet.
Meski kuliah di IT, pikirannya terbuka bukan berdasarkan keilmuan di kampus. Justru banyak pemikiran didapat dari membaca, mencari peluang, termasuk dari film-film yang ditonton. William lebih sering bolos di kampus. Mungkin juga hampir sama dengan kisah Steve Jobs yang putus kuliah lalu berusaha di garasi hingga sukses dengan perusahaan Apple, atau Mark Zuckerberg yang memilih drop out dari kampus untuk fokus di facemask yang kemudian kita gunakan sekarang, Facebook.
William sedikit berbeda, dia menamatkan pendidikan perguruan tingginya. Inspirasi google dan Facebook membuatnya mencari modal bagi Toped melalui Ventura. Buruknya di awal dia gagal karena bahasa Inggris yang kacau. Namun William tidak putus asa, kegagalan adalah modal untuk dia terus belajar. Dia banyak membaca, belajar berbisnis, membangun komunikasi, meyakinkan klien karena tidak punya modal terlebih pada saat itu, industri startup bukan sesuatu yang membuat orang yakin berinvestasi. William mulai mendapatkan kepercayaan setelah berulangkali dia gagal.
Itulah growth mind, berpikir tanpa henti melalui proses-proses yang bahkan gagal lebih sering ketimbang berhasil. Semua kegagalan dan keberhasilan adalah proses yang membuat usaha menjadi sukses dalam konteks sesungguhnya. Berbeda dengan fixed mind yang relatif mencari aman, sehingga ketika berhadapan dengan tembok besar, pikiran kita langsung mengatakan bahwa mustahil bisa ditembus. Growth mind membutuhkan keyakinan akan perubahan, ketidakpercayaan pada stigma, ketekunan dan kecerdasan.
Keberhasilan ternyata bukan pada almamatermu. Aktualisasi pada kondisi yang terus berubah dan berkembang melalui growth mind menjadi modal utama bagi anak-anak muda yang sukses itu.
Saya akan mengatakan ini pada anda yang sering nyinyir ketika anak-anak pada akhirnya memilih kuliah di universitas lokal. Anda punya pola pikir sesat, seolah keberhasilan datang dari bangku kuliah. William dan banyak tokoh dunia sudah membuktikan bahwa growth mind yang membuat mereka berhasil.
Bangku kuliah mengantarkan mereka pada proses berpikir dengan benar, mereka bisa dapatkan di kampus manapun. Sementara growth mind hanya dimiliki oleh orang yang punya tekad melakukan perubahan dalam dinamika kehidupan yang pasti tidak stagnan. Growth mind tidak mengenal kamu dari almamater mana. Semangat ini terus saya tanamkan buat alumni sekolah kami, tidak peduli kamu di kampus mana, tapi berpikirlah untuk terus berkembang, kerja cerdas.
Toped merupakan toko yang tidak punya produk sendiri, memberdayakan UMKM dengan investasi borongan termasuk dari luar negeri, tidak lebih dari 11% per orang untuk investasi. Toped merupakan buah pikiran cerdas anak bangsa Indonesia.
Matangkuli, 6 April 2022
Pak Khai
Posting Komentar